Welcome To My Blog

Semua Berawal dari Sebuah Kemauan untuk Menjadi Pribadi yang Lebih Baik,.

Kamis, 23 Agustus 2012

Artikel


Peran Teknologi dalam Perkembangan Media Pembelajaran
dan Ironi Sistem Pendidikan Keguruan
di Tingkat Perguruan Tinggi

Oleh: Erie Agusta

Cerminan proses pembelajaran merupakan tolak ukur suatu mutu pendidikan yang sedang berlangsung. Mutu pendidikan sendiri merupakan hasil dari kegiatan proses belajar-mengajar yang dilaksanakan  di dalam dan luar kelas yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap hasil belajar. Hasil belajar akan menjadi lebih meningkat, jika komponen yang mendukung hasil belajar tersebut turut dikembangkan pemanfaatannya secara optimal. Komponen itu diantaranya adalah siswa yang memiliki berbagai karakteristik yang berbeda-beda, guru sebagai pengajar sekaligus pendidik, media pembelajaran, strategi pembelajaran, pendekatan pembelajaran, model pembelajaran dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, jika suatu mutu pendidikan ingin ditingkatkan maka usaha peningkatan salah satu komponen menjadi suatu alternatif agar terciptanya mutu pembelajaran yang lebih baik (Agusta, 2012:1). Dari beberapa komponen yang telah dijelaskan sebelumnya, salah satu yang akan dibahas di dalam tulisan ini adalah media pembelajaran. Media di dalam pengajaran menjadi suatu hal yang paling berperan bagi guru untuk membentuk suatu simulasi penyampaian materi yang efektif bagi siswa. Karena hal ini akan merangsang emosional siswa untuk menciptakan suatu ikatan yang lebih baik, sebab dengan adanya ikatan emosional yang lebih baik akan mendorong sistem manejemen daya ingat peserta didik yang lebih efektif (Smith, 2009:129). Di sinilah peran media dalam menciptakan ikatan emosional tersebut dalam lingkup pengalaman pembelajaran.
Perkembangan media pembelajaran di tahun-tahun belakangan ini telah menuntun suatu moderenisasi gaya pengajaran guru terhadap siswa di dalam kelas. Media pembelajaran yang berbasis komputer  terutama dengan menggunakan software animasi, merupakan salah satu media pembelajaran yang paling berkembang dipergunakan oleh guru. Melihat perkembangan tersebut, penulis merasa kompetensi  guru dalam menggunaakan komputer menjadi hal yang paling mendasar untuk mencapai kompetensi yang diinginkan. Tentunya kompetensi ini harus bisa diterapkan secara merata, akan tetapi fakta di lapangan menunjukan bahwa guru di daerah masih banyak yang belum bisa menguasai komputer, fakta ini dilihat dari banyaknya guru yang kebingungan dalam melaksanakan ujian kompetensi yang dilaksanakan oleh kemendiknas baru ini. Dari fakta tersebut, setidaknya menjadi sebuah gambaran bahwa kompetensi guru dalam penguasan komputer sangat memprihatinkan, apalagi untuk mengembangkan media pembelajaran berbasis animasi. Apa yang terjadi dari fakta tersebut sebenarnya hanyalah sebagian kecil dari rapuhnya kebijakan kementrian pendidikan dan kebijakan pendidikan keguruan di perguruan tinggi yang menelurkan calon-calon guru. Belum adanya pembekalan yang optimal dan perlunya suatu pembaharuan pengembangan mata ajar pembuatan bahan ajar diharapkan akan menjadi suatu solusi untuk menciptakan sebuah moderenisasi dalam pengajaran. Solusi ini dirasakan perlu karena kompetensi pengembangan animasi sebagai media pembelajaran yang diperoleh oleh guru sekarangpun cendurung diperoleh dengan otodidak atau kursus. Oleh karena itu jika pengembangan animasi ini sudah diterapkan sejak dini di tingkat perguruan tinggi maka kompetensi calon guru akan lebih baik jika dibandingkan dengan yang sekarang.
Berikut ini merupakan beberapa aplikasi pemograman pembuatan bahan ajar berbasis animasi yang bisa diterapkan secara otodidak ataupun kursus:
1.      Wonder Share Quiz Creator 4.1.0 
2.      Makromedia Flash Player Series
Masih banyak lagi aplikasi pemograman yang bisa diterapkan, ini hanyalah sebagian kecil dari pengetahuan penulis. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka:

Agusta, Erie. 2012. Studi Komparatif antara Model Pembelajaran Kooperatif tipe TGT dan Tebak Kata  terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pelajaran Biologi di SMA Muhammadiyah Palembang. Skripsi tidak  diterbitkan. Palembang: Universitas Muhammadiyah Palembang.


Smith, Mark K. 2009. Teori Pembelajaran dan Pengajaran. Yogyakarta: Mirza Media Pustaka.

Rabu, 22 Agustus 2012

Publikasi Penelitian


Studi Komparatif antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) dan Tebak Kata (Guessing Word) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pelajaran Biologi di SMA Muhammadiyah Palembang
 

Oleh: Erie Agusta
Email: Bioerie@yahoo.co.id

FKIP Biologi Univesitas Muhammadiyah Palembang


ABSTRAK

Agusta, Erie. 2012. Studi Komparatif antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) dan Tebak Kata (Guessing Word) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pelajaran Biologi di SMA Muhammadiyah Palembang. Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi, Program Sarjana (S1) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Palembang. Pembimbing: (I) Dra. Hj. Aseptianova, M.Pd. (II) Dra. Yetty Hastiana, M.Si.

Kata kunci: model pembelajaran TGT  dan tebak kata, hasil belajar siswa.

Penelitian ini dilatar belakangi oleh permasalahan untuk mengetahui apakah terdapat perbandingan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT  dengan tebak kata  pada mata pelajaran Biologi di SMA Muhammadiyah  Palembang?. Hipotesis penelitian ini adalah tidak ada perbandingan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe TGT  dengan model pembelajaran tebak kata dalam mata pelajaran Biologi di SMA Muhammadiyah  Palembang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat perbandingan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan tebak kata pada mata pelajaran Biologi di SMA Muhammadiyah Palembang. Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah (1) lokasi penelitian yang akan dilaksanakan adalah SMA Muhammadiyah 1 Palembang dan SMA Muhammadiyah 2 Palembang, (2) populasi yang akan dipergunakan adalah kelas XI/IPA semester ganjil. (3) sampel yang akan dipergunakan dua kelas, dan diambil dengan menggunakan teknik random sampling, (4) metodelogi penelitian desain randomize control group pre-test post-test, (5) teknik analisi yang dipergunakan paired sample t-test dan independent sample t-test. Subjek penelitian yaitu siswa kelas XI IA 2 SMA Muhammadiyah 1 Palembang dan siswa kelas XI IA 1 SMA Muhamadiyah 2 Palembang. Dari hasil penelitian analisis paired sample t test  untuk kelas XI IA 2 SMA Muhammadiyah 1 Palembang dan XI IA 1 SMA Muhammadiyah 2 Palembang, menunjukan bahwa model pembelajaran tebak kata  dan TGT sama-sama dapat meningkatkan hasil belajar siswa, dengan kriteria pengujian hipotesisis nilai t-hitung (13.9) > t-tabel (2.03) untuk tebak kata dan nilai t-hitung (9.4) > t-tabel (2.03) untuk TGT. Untuk uji statistik independent sample t-test menunjukan bahwa tidak ada perbandingan hasil belajar yang signifikan antara model pembelajaran TGT dan tebak kata, ini dilihat dari nilai t-hitung (1.9) < t-tabel (1.99). Kesimpulan pada penelitian ini adalah tidak ada perbandingan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) dengan model pembelajaran tebak kata   dalam mata pelajaran Biologi di SMA Muhammadiyah  Palembang.

Sabtu, 02 Juni 2012


MENILIK POTENSI RAWA DAN HUTAN MANGROVE
TAMAN NASIONAL SEMBILANG SUMATERA SELATAN
SEBAGAI DAERAH PENYERAPAN KARBON

Oleh: Erie Agusta & Andres Saputra


Sumber: www.dephut.go.id
Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang memiliki wilayah rawa yang cukup luas. Menurut  Wijayana (2010) dalam Saputra (2012:1), menyatakan bahwa wilayah Sumatera Selatan mempunyai luas wilayah sekitar 40.061 hektar, uniknya lebih dari 22.000 hektar (setengahnya) merupakan kawasan rawa. Rawa sendiri merupakan sebutan bagi semua lahan yang tergenang air, penggenangannya dapat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi) (Noor, 2007:1). Menurut MacKinnon et al (2000) dalam Noor (2007:2), jenis rawa yang terdapat pada Sumatera Selatan tergolong ke dalam rawa lebak, rawa lebak dikatagorikan sebagai danau dataran banjir yang mempunyai dasar lebih luas dari sungai dan selalu mendapatkan luapan air (banjir) dari sungai-sungai besar sekitarnya. Selain karena luapan sungai, genangan dapat juga bersumber dari curah hujan setempat atau juga banjir kiriman. Sifat ekologi rawa lebak tak terlepas dari bagian ekosistem air tawar, sifat tersebut antara lain berfungsi menyediakan nutrisi untuk organisme akuatik, terutama kelompok nekton (ikan-ikan), tidak hanya itu fungsi lingkungan rawa lebak juga meliputi pencegah banjir dan kekeringan, pemendam karbon, penyimpan dan pendaur air, pencegah gas rumah kaca, penawar pencemaran pedosfer dan hidrosfer, dan sebagai keanekaragaman hayati dan sumber plasma nutfah (Noor, 2007:122). Melihat potensi tersebut, rawa lebak memiliki arti yang sangat penting sebagai penanggulangan global warming yang semakin meningkat, apalagi dengan melihat vegetasi gambut yang subur di wilayah rawa lebak ini, membuat arti penting rawa lebak di Sumatera Selatan semakin bernilai. Berdasarkan pernyataan Notohadinegoro (1966) dalam  Noor, (2007:124), pelepasan karbon di atmosfer setiap hektar hutan yang dibuka dan digunakan sebagai perladangan, dapat dikonvensasi oleh pemendaman karbon dalam 190 hektar lahan gambut setiap tahun, dan diperkirakan 20% dari total global karbon di dunia terpendam (stroge) dalam bentuk gambut (Noor, 2007:124).
Lahan basah pesisir (coastal lowlands) Indonesia memiliki luasan dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar, sekitar 27% dari luas ekosistem mangrove dunia, berada di Indonesia, dari luas tersebut terluas terdapat di Irian sekitar 38,2%, Kalimantan 27,7% dan Sumatera 19,1% (Kusmana,1995; PPK, 2005; DJPHKA, 2008 dalam Hastiana dan Lulu 2012:1). Apalagi, ekosistem mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi (Nontji, 2005 dalam Hastiana dan Lulu, 2012:2). Sebagai salah suatu kawasan hutan, tentunya keberadaan mangrove sangatlah penting sebagai salah satu paru-paru dunia dalam penyerapan karbon, keberadaan hutan ini tentunya juga didukung oleh komponen biotik yang ada di hutan mangrove tersebut, seperti alga hijau dan tumbuhan lainnya yang berperan dalam penyerapan karbon. Oleh karena itu, pemanfaatan dari hutan ini harus dilaksanakan secara rasional, dan pada akhirnya komponen pendukung (carring capacity) seperti ekologis, sosial, budaya dan ekonomi memegang peran penting untuk mempertahankan keseimbangan ekosistem mangrove tersebut (Bahar,2004; Noor,2009; Rauf,2008 dalam Hastiana dan Lulu, 2012:2).

Sumber: www. google.com
Pemanasan global atau yang lebih sering dikenal dengan sebutan global warming merupakan suatu pristiwa naiknya suhu udara yang bersifat global, kenaikan suhu udara ini diakibatkan oleh akumlasi karbon di atmosfer yang membuat panas bumi semakin meningkat.  Terjadinya akumulasi karbon di atmofer sendiri tidak terlepas dari aktivitas manusia seperti penebangan hutan yang meluas, peningkatan pemakaian sistem-sistem produksi/industri atau transportasi yang mendorong terjadinya kenaikan suhu udara di tempat berlangsungnya kegiatan tersebut dan bahkan di belahan bumi lain (Asdak, 2002 dalam Alfitri: 2010:12). Selain dari itu akumulasi karbon yang terjadi diatmosfer juga diakibatkan oleh peristiwa efek rumah kaca, peristiwa ini merupakan peristiwa alamiah yang kejadiannya mirip dengan pantulan panas di dalam rumah kaca yang digunakan petani menanam sayuran pada musim dingin di negara yang mengenal 4 musim (Rohiyat, 2012:3). Proses ini tergambar sebagai bentuk sinar matahari yang masuk untuk membantu proses aimilasi semestinya terpantul ke atmosfer secara sempurna, akan tetapi, adanya bilik kaca dan atap kaca tersebut, maka panas yang seharusnya terpantulkan kembali terjebak di dalam ruang tersebut sehingga suhu udara di dalam bilik kaca (ruangan) tersebut naik dan menjadi hangat (Wardhana, 2010 dalam Rohiyat 2012:3). Sejak akhir abad 18 suhu rata-rata global bumi telah meningkat sekitar 0,4-0,8°C, para ilmuwan memperhitungkan bahwa suhu rata-rata bumi akan meningkat menjadi 1,4-5,8°C pada tahun 2100. Nilai peningkatannya menjadi lebih besar dibandingkan dengan nilai-nilai peningkatan yang pernah terjadi sebelumnya (Merbabu, 2011 dalam Roiyat, 2012; 4).
Sumber: www.google.com
Dampak dari pemanasan global (global warming) cepat atau lambat akan dirasakan manusia, bahkan tanda-tanda akibat pemanasan global sudah mulai terasa sebagai ancaman bagi umat manusia. Dampak pemanasan global merupakan masalah serius yang harus diatasi secara bersama oleh semua negara, baik negara berkembang seperti Indonesia, maupun negara maju seperti Cina dan Amerika Serikat. Dampak pemansan global ini secara luas meliputi aspek atmosfer, hidrosfer, geosfer, dan bioesfer (Wardhana, 2010:83). Aspek atmosfer dirasakan sebagai bentuk perubahan musim, banjir dan tanah longsor, kekeringan dan bencana kelaparan, siklon tropis dan bencana angin ribut (Wardhana, 2010:86). Dampak hidrosfer dirasakan sebagai bentuk berkurangnya luas daratan kutub (terutama kutub selatan), tingginya permukaan air laut, kadar garam dan suhu air laut berubah, dan permukaan air tanah berubah (Wardhana, 2010:94). Dampak aspek geosfer dirasakan sebagai bentuk pergeseran wilayah daratan yang berkurang akibat kenaikan air laut yang memasuki wilayah daratan, bahkan bisa sebaliknya luas suatu wilayah akan semakin bertambah akibat kekeringan yang semakin menjadi, lahan subur menjadi tandus dan bisa menjadi padang pasir (Wardhana, 2010:97). Dampak dalam aspek biosfer, diarasakan sebagai bentuk perubahan yang akan terjadi bagi flora, fauna dan manusia yang ada di planet ini (Wardhana, 2010:101).
 Dengan melihat potensi rawa dan hutan mangrove Taman Nasional Sembilang yang dimiliki oleh Sumatera Selatan, tentunya sangatlah penting untuk tetap mejaga kelestarain dan mengkonservasi wilayah rawa dan hutan mangrove yang sebagian sudah habis akibat aktivitas pembangunan dan penebangan liar. Perlunya keterkaitan pemerintah provinsi, pemerintah daerah, para stakeholder, dan peran masyarakat untuk terus mengembangkan dan mentaati peraturan pembangunan yang tetap memperhatikan aspek lingkungan sebagai penyeimbang ekologi. Pada akhirnya, ketika semua telah bekerja sama, semua ini akan menjadi rangkaian yang saling membangun antara pembangunan ekonomi dan lingkungan.


Sumber Rujukan:

Hastiana, Yetty., dan Yuningsih, Lulu. 2012. Studi Pemahaman  Dan Pengetahuan Masyarakat  yang Bermukim di Zona Pemanfaatan dan Zona Tradisional  terhadap Kawasan Konservasi  Taman Nasional  Sembilang, Sumatera Selatan. Makalah ini Disampaikan pada Seminar Nasional Biologi di Universitas Sumatera Utara Medan. Tanggal 10-11 Mei 2012. Tidak dipublikasikan.

Noor, Muhammad. 2007. Rawa Lebak. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Saputra, Andres. 2012. Kelimpahan dan Diversitas Alga Hujia (Chlorophyta) Berdasarkan Kondisi Akuatik pada Ekosistem Rawa Jakabaring Paembang serta Pengajaranya di SMA Muhammadiyah 3 Palembang. Skirpsi tidak diterbitkan. Palembang: Universitas Muhammadiyah Palembang.

Susanta, Gatut., dan Sutjahjo Hari. 2008. Pemanasan Global. Jakarta:Penebar Swadaya.

Rohiyat. 2012. Estimasi Kandungan Karbon pada Vegetasi Paku-Pakuan di Ekosistem Rawa Jakabaring Palembang serta Pengaarannya di SMA Muhammadiyah 3 Palembang. Skirpsi tidak diterbitkan. Palembang: Universitas Muhammadiyah Palembang.

Wardhana, Wisnu Arya. 2010. Dampak Pemanasan Global. Yogyakarta: ANDI.